Jam makan siang. Mantan Komisaris PT Kimia Farma Trading & Distribution Budiarto Maliang terisak di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (27/7). Maliang duduk di kursi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat rontgen portable di Puskesmas di daerah tertinggal pada 2007.
Agenda sidang hari itu adalah pemeriksaan dirinya sebagai terdakwa. Bersama-sama dengan rekannya, Maliang didakwa melakukan pidana korupsi yang merugikan negara sebesar Rp9,48 miliar. Dalam pengadaan alat rontgen itu, Maliang didakwa ikut menerima uang Rp2,45 miliar.
Isak tangis Maling terdengar ketika Anggota Majelis Hakim Agus Salim menanyakan hal-hal lain yang ingin dia sampaikan dalam persidangan tersebut. “Saya tidak pernah terpikir bahwa akhirnya saya ditahan KPK. Di mana, saat istri saya meninggal dia menitipkan anak-anak kepada saya,” ucap Maliang sambil tersedu. Suaranya hampir tak terdengar. Tenggorokannya tercekat isak tangisnya sendiri.
Pengeras suara yang dia gunakan tak mampu membuat suaranya terdengar lebih jelas. Mejelis Hakim membiarkan Maliang larut dalam emosi. Salah seorang anggota tim penasihat hukum Maliang bahkan sampai perlu mengantar sapu tangan untuk mengeringkan air matanya yang semakin deras, namun ditolak Maliang. Dia sibuk merogoh saku celana dan menyapu wajah dengan sapu tangan miliknya.
Tampak sekali Maliang terpukul oleh pidana yang didakwakan terhadapnya. Pada 25 Januari 2010, saat KPK menetapkannya sebagai tersangka dan ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta, Maliang juga menangis. “Saat ini, sebagai orang tua tunggal, saya melalaikan kewajiban sebagai orang tua. Saya mohon, saya mendapat hukuman yang meringankan,” lanjut Maliang setelah sedikit mampu menguasai dirinya.
Kepada majelis hakim, dia bercerita memiliki dua anak perempuan yang belia, usia 20 dan 18 tahun. Dia menyesali diri tak menjalankan amanah almarhumah sang istri untuk menjaga putrinya. Pengadilan Tipikor memang memunculkan banyak peristiwa emosional. Ada yang menyesal, ada pula yang berkeras membantah dakwaan, sekalipun jelas fakta hukum dan alat bukti menyebut keterlibatan orang tersebut dalam kasus korupsi.
Anggota Majelis Hakim Pengadilan Tipikor dalam perkara Maliang, Nani Indrawati menyebut, Maliang sebagai terdakwa yang “baik”. Nani mengatakan, Maliang kooperatif dan mau membeberkan kasus yang menyeret dirinya sebagai pesakitan di Pengadilan Tipikor. “Dia (Maliang), saya nilai sebagai terdakwa yang nice. Dia mau menceritakan detil kasusnya, dan tidak merepotkan kami,” kata Nani.
Nani menyebut, tangisan Maliang sebagai bukti penyeselannya atas tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Penyesalan itu bisa menjadi salah satu hal yang akan meringankan hukuman Maliang. Termasuk karena sikapnya yang kooperatif dan sopan di pengadilan. Seburuk apa pun tindak pidana korupsi yang dia lakukan, Maliang mengakui tindakannya salah dan siap menerima hukuman. Maliang masih punya malu karena telah memperkaya diri dengan uang negara, rasa malu yang tidak banyak dimiliki oleh para koruptor di negeri ini. Yang dengan bahagia masih terus mengeruk uang negara. Tapi tentu saja, Maliang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kalau terbukti mencuri uang negara.