JALAN raya menjelang sore itu penuh disesaki derasnya kendaraan bermotor. Cuaca hampir mendung. Ada bau hujan yang tersamar asap hitam bus besar, sedang, dan angkutan kota. Semua ikut berjejal mengantar satu demi satu penumpang. Kami ada bersama riuhnya penumpang sebuah bus sedang, menuju ke tempat yang dulu menempa kami. Persis di halte depan taman yang tidak terurus, kami turun. Tinggal menyeberang jalan dan dalam beberapa langkah lagi kami akan sampai di sana.
Di tempat yang sama, menimba ilmu yang sama, guru yang sama, dengan waktu yang hampir berbarengan dan lingkungan yang hanya dibedakan oleh jargon. Yang juga sama: kami sama-sama tidak saling kenal. Lantas di sinilah kami sekarang. Aku menghitung mundur waktu dengan memori dan cerita berbeda di lokasi yang sama, sama persis!
Aku berkali-kali mencoba mengingat apakah di sini aku sebenarnya pernah menangkap sosok pendiam dan lembut yang saat ini mengisi hari-hariku? Adakah aku mungkin pernah tak sengaja bertemu entah di koridor sebelah mana dengan dia tanpa aku sadari? Sampai aku habis merekam ulang peristiwa sepanjang empat tahun di sini, aku tak menemukan jejak apapun tentang dia. Dan percayalah, fakta ini adalah skenario Tuhan yang paling indah untukku, untuk kami.
Aku bahagia karena tak pernah mengenalnya selama belajar empat tahun di sini, karena aku yakin segala yang sudah terjadi adalah yang terbaik. Kalau aku sudah mengenalnya di tempat kami belajar ini, mungkin tidak akan ada keindahan yang kami lalui belakangan. Mungkin juga kami tidak bisa sedekat ini karena jujur saja saat itu aku belum memikirkan untuk memiliki seseorang yang sangat berharga. Fokusku saat itu hanya belajar, berorganisasi, belajar, dan berorganisasi. Lalu Tuhan mengirimka dia untukku hari ini dan selamanya.
Kami duduk di bangku semen bulat dengan meja bundar penuh di bagian paling belakang sore tadi. Kami baru saja bertemu seorang dosen favoritku yang juga adalah ibuku, yang pernah mengomeliku dan pada waktu yang sama juga sangat menghargai sikapku terhadap banyak hal. Angin sore yang hampir dingin menyentuh tubuh kami seakan ikut merayakan kebersamaan ini.
Di kepalaku, berkelebatan banyak hal. Tentang yang aku lakukan sepanjang empat tahun tanpa dia di sini, dia yang tadi sore duduk merokok sambil menggodaku dan mengomel. Mengomel karena aku melakukan kebiasaan yang tidak dia suka. Aku mengingat semua jenis emosi yang pernah aku rasakan dan pelajari di sini. Dan sekarang aku juga ingin memelihara semua rasaku untuk dia. Aku ingin belajar apapun agar aku bisa memberikan yang terbaik.
Di sini aku juga menapaki setiap persoalan seringan dan seberat apapun saat itu dan aku ingin mengulangnya bersama dia saat ini dan seterusnya. Aku tak mau mengulangi kesalahan konyol apapun yang akan membuatnya sedih, kecewa, dan apalagi menyakiti hatinya. Aku ingin menjadi yang paling mengerti tentang dia, yang dia suka dan tidak, tentang apa yang dia impikan dan dia abaikan, tentang semua. Aku mengamini perkataan dia beberapa hari lalu bahwa waktu tak mau berjalan lambat ketika kami bersama. Karena dengan cepat hari berubah gelap. Kami melangkah pelan menuju gerbang, meninggalkan kenangan dan melanjutkan masa depan.
**Aku tak ingin mengulang waktu untuk berjumpa denganmu di sini. Karena aku telah menemukanmu saat ini dan sampai akhir nanti.