MASIH ingat kasus Denny Indrayana, sang Wakil Menteri Hukum dan HAM yang dilaporkan pengacara kawakan Otto Cornelis Kaligis ke polisi karena diduga melakukan tindakan pencemaran nama baik melalui Twitter? Tulisan ini bukan untuk mengulas kasus itu, tetapi membahas isi beritanya. Perlu dikemukakan sebagai salah satu contoh kasus salah berjamaah media online di Indonesia.
Yang memprihatinkan adalah kesalahan itu dilakukan oleh media sekaliber Detik.com, Kompas.com, Viva.co.id, termasuk HukumOnline.com. Sedikit tentang kasus Denny, bermula ketika pada Sabtu, 18 Agustus 2012, Denny berkicau di Twitter tentang advokat dan koruptor. Kalimat dalam kicauan Denny itu dianggap menghina profesi advokat, yang lantas membuat Kaligis melaporkan Denny ke polisi.
Substansi laporan Kaligis adalah bahwa Denny telah melakukan pencemaran nama baik yang dimuat dalam Pasal 310, 311, dan 315 KUHP. Dalam hukum positif negara Indonesia, dikenal juga UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Sehingga Denny Indrayana saat itu juga diduga melanggar pasal pencemaran nama baik yang dimaksud dalam UU ITE. Di sinilah letak kesalahan media-media ternama tersebut.
Kompas.com dalam beritanya menyebutkan, “Di dalam laporan polisi yang dibuat Kaligis, Denny diduga telah melanggar pasal 310, 311 dan 315 KUHP juncto pasal 22 dan 23 UU no 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik.” (Sumber: http://bit.ly/12MpJzG)
Berita Detik.com mengatakan, “Denny dilaporkan atas sejumlah pasal yakni pasal 310, 311, dan 315 KUHP jo pasal 22 UU No 11 tahun 2008 tentang ITE.” (Sumber: http://bit.ly/T2jm1e)
Setali tiga uang, Viva.co.id juga menyebutkan pasal yang sama, “Pasal yang dilaporkan ke Denny, lanjut mantan kuasa hukum Muhammad Nazaruddin ini yakni Pasal 310, 311 dan 315 KUHP juncto pasal 22 dan 23 UU no 11 tahun 2008, tentang informasi dan transaksi elektronik. Dasar laporan itu, kata OC adalah penghinaan.” (Sumber: http://bit.ly/RGmrJf)
Tidak jauh berbeda, HukumOnline.com pun tak luput dari ketidaktelitian dengan menulis, “Pengacara kawakan itu, menyatakan Denny melanggar asas praduga tak bersalah dan Pasal 310, 311 dan 315 KUHP tentang pencemaran nama baik juncto Pasal 22 dan 23 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).” (Sumber: http://bit.ly/SukNtc)
Padahal Pasal 22 UU ITE berbunyi:
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan Pasal 23 UU ITE berbunyi:
(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secarasehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.
Jelas bukan bahwa Pasal 22 dan Pasal 23 sama sekali tidak menyebut mengenai pencemaran nama baik? Pasal pencemaran nama baik dalam UU ITE terdapat dalam Pasal 27 ayat (3) yang berbunyi:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hakmendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Kesalahan yang dilakukan keempat media online ini sungguh fatal. Entahlah apakah media online lainnya juga salah, belum sempat membaca dan mencari tahu. Padahal penting bagi wartawan untuk melakukan cek dan ricek sebelum mempublikasikan konten berita kepada masyarakat. Wartawan semestinya jangan hanya mencatat yang disampaikan oleh narasumber, tetapi memastikan bahwa yang disampaikan itu benar.
Dalam kasus fatal ini, tidak tahu siapa yang menyebut Pasal 22 dan Pasal 23 sebagai pasal pencemaran nama baik. Tetapi siapa pun yang mengatakan itu, termasuk narasumber, kewajiban wartawan adalah memastikan kebenarannya dengan mengecek langsung UU ITE yang dimaksud. Disiplin dalam verifikasi (*)
To be continued….
Gan hebat luas wawasannya ajari saya jadi jurnalis dong
Hi, Odetcms. Terima kasih sudah mampir. Dengan senang hati kami berbagi pengalaman kalau kamu tertarik.