K: Iiiihhh… Temen-temen lo tuh pada nge-add gue di Friendster.
L: Hahaahhaahh… Iya, temen-temen gue bilang, kata-kata di profile gue keren. Gue bilang aja lo yang bikinin. Terus, mereka pada nanya, yang suaranya mirip elo itu ya? Gue bilang gak. Bukan! Tapi mereka pada ngotot kalo suara kita, ketawa kita, mirip. Tulalit!
K: Terus, terus, mereka bilang apa lagi tentang tulisan itu?
L: Iya. Terus mereka tanya, lo kuliah di mana? Gue bilang, kuliah di IISIP, tapi udah lulus dan kerja jadi wartawan. Mereka malah kesenengan dan mereka bilang lo keren. Hahahahh… Gue bilang aja kalo lo gak segitu kerennya. Badan lo terlalu kecil, tapi otak lo gue gak tau isinya apa.
K: Ternyata lo malah ngomongin gue ya di depan temen-temen aneh lo?
L: Iya. Mereka minta dikenalin sama lo. Gue kasih liat aja kartu nama lo. Malah diambil sama temen gue (menyebut nama temannya yang juga aku kenal)
K: Ya udah, lo kasih aja kartu nama gue ke orang-orang. Biar gue eksis!
L: Tulalit! Kurang kerjaan banget gue!
Aku dulu begitu percaya diri. Bangga pada apa yang aku miliki. Karena aku tahu, ada yang selalu mengagumiku, diam-diam dan secara terbuka. Dia selalu membanggakanku di depan teman-temannya. Bilang aku ini hebat, otakku cemerlang, dan aku menjadi orang penting di sana dan di situ.
Dia saja cukup bagiku. Aku paling jumawa jika dia yang menilaiku hingga aku tak pernah butuh penghargaan dari siapa pun lagi. Sebaliknya, aku selalu butuh penghargaan dia. Karena aku tahu, dia tulus. Buruk adalah buruk, baik adalah baik. Dia konsisten dan terang.
L: Lo di mana? Kenapa belum pulang?
K: Gue lagi rapat di Lenteng Agung. Pulangnya malem banget. Lo kenapa belum tidur? Tidur aja.
L: Nungguin lo, Tulalit! Lo mau gue jemput? Lo di mananya?
K: Gak usah. Udah malem banget. Lo tidur aja. Gue gak apa-apa.
L: Kalo perlu gue jemput sms aja. Gue belum tidur.
K: Iya. Tapi gak usah nunggu ya. Lo tidur aja. Kalo gue mau pulang, ada yang anter. Lo kan tau gue siapa.
L: Ya udah. Hati-hati ya. Jangan lupa makan dan minum susu. Daaagghhh, Tulalit!
Dia banggaku padaku. Itu yang selalu membuatku bersemangat. Saking bangganya, semua kebutuhanku sudah dia siapkan. Sarapan, susu coklat hangat, makan malam, karena aku tak pernah makan siang di rumah, kecuali dihitung dengan jari. Pakaian rapi dan wangi, sepatu, men-charge ponsel, itu semua dia yang membereskan.
Terkantuk-kantuk dia menungguku pulang untuk membawakan tasku dari pintu menuju kamar. Karena dirasanya tas itu terlalu berat untuk bahu ringkihku.
Dia paling tahu aku. Teman, kuliah, kantor, kerja, apa pun, siapa pun, ke mana pun! Dia yang tahu. Aku harus memberi tahu dia tanpa harus memberi tahu orang tuaku. Dia sahabat terbaikku, dia adikku.
***
Untuk Lilis Rahmawati,
Kamu yang selalu membanggakan aku
*genap lima bulan setelah kami kehilangan kamu*
aku yakin kamu sudah tenang di sana
bantu aku menenangkan diri di sini
bantu aku agar kamu tetap bangga padaku di sana
at our lovely room,
Thursday, February 12th, 2009
at 3.45 am
Assalamualaikum mba kandi..
Berawal dari searching review ttg masjid nurul badar, dan akhirnya saya terlampau menikmati tulisan mba kandi.
Sungguh saya begitu sedih dan turut menangis setiap tulisan mengenai almarhumah adik mba.
Karena saya pun memiliki adik2 yang hampir sama saya rasakan seperti rasa mba ke almarhumah.
Semoga Allah memberikan tempat terbaikNya bagi almarhumah, dan semoga kebaikanNya menjadi pemberat amal kelak. Aamiin allahumma aamiin :’)