ADZAN Subuh 30 menit lagi berkumandang ketika aku membaca status blackberry messanger teman satu kampus yang juga rekan kerja. Innalillahi Wainnailaihi Rajiuun. Tidak sampai satu menit, aku segera tahu siapa yang berpulang menghadap Tuhannya di bulan suci ini. Seorang redaktur yang meninggalkan kesan sangat baik dan positif bagiku, namanya Mas Supriyadi, kami biasa memanggilnya Mas Pri.
Karakternya tenang, tidak panik meskipun deadline sudah menyudutkannya. Sampai kepergiannya karena gagal ginjal yang dia derita, aku belum pernah mendengar ada reporter yang dimarahi olehnya. Kalau sampai ada yang dimarahi, aku seratus persen yakin bahwa reporter itu yang keterlaluan.
Aku termasuk salah satu wartawan yang sangat beruntung kala itu karena mendapat banyak kesempatan berinteraksi dengan Mas Pri. Pos tempat aku meliput sering sekali menarik perhatian Koran SINDO Jawa Tengah yang saat itu berada di bawah tanggung jawab ayah beranak dua ini, akhir 2007-2010.
Sebenarnya aku bukan reporter yang langsung di bawah arahan Mas Pri. Aku juga tidak wajib menyetorkan artikelku untuk diedit olehnya. Tapi aku dulu berkali-kali rela pulang lebih larut untuk membantu melengkapi data beritaku yang juga akan menjadi headline di halaman Koran SINDO Jawa Tengah. Kalau kerja dengan orang baik dan menghargai orang lain pastilah sangat menyenangkan.
“Masih nulis untuk halaman 8, Kandi?” Mas Pri tiba-tiba sudah ada di sebelahku.
“Masih, Mas. Sebentar lagi ya,” aku menjawab singkat sambil tak lepas memandang monitor di depanku.
Mejaku waktu itu ada di sepanjang lorong dekat pintu masuk, yang kalau sedang jam deadline, kursiku tak jarang tersenggol awak redaksi yang sedang lalu lalang.
“Oke. Nanti kasih tau aku aja ya kalau sudah selesai,” Mas Pri berlalu pelan.
Iya, jalannya pelan. Mas Pri tidak pernah sengaja memanggil-manggil reporter untuk datang ke mejanya. Aku ingat dia sering sekali tiba-tiba sudah ada di dekat mejaku. Tutur katanya juga halus. Dia selalu ingin mendengarkan apapun yang mau aku (kita) sampaikan. Apa saja. Sekalipun argumentasiku mungkin kadang aneh dan tidak masuk akal.
Setelah aku mengerjakan bagianku menggarap satu atau dua berita untuk halamanku sendiri, aku menggeser kakiku menuju meja Mas Pri. Membawa sejumlah data apa saja yang bisa aku berikan untuk menambah deretan kalimat dalam artikelku versi Sindo Jateng.
Kalau Mas Pri sangat mengetahui kasus yang aku tulis, dia akan dengan sangat hati-hati menjelaskan kepadaku sampai aku benar-benar mengerti. Sebaliknya, kalau ini kasus baru dia tidak akan malu meminta penjelasanku dan rela menghabiskan waktu lebih panjang melakukan riset untuk melengkapi tulisannya.
Sekali waktu kalau dia merasa sudah terlalu larut, dia akan membiarkanku pulang tanpa melengkapi artikel. “Aku sudah bikin kerangkanya. Kandi langsung pulang saja,” itu suaranya di ujung telepon. Pernyataan yang selalu ingin didengar oleh hampir semua reporter di mana pun. Apalagi untuk reporter yang saat itu, sekitar Juni 2009 dan seterusnya, meliput di Komisi Pemberantasan Korupsi. Bahagia rasanya ada redaktur yang legowo membiarkan reporternya melenggang pulang tanpa diminta menambal ini dan itu.
Selamat jalan, Mas Pri. Terima kasih yang tak terhingga untuk semua kesan baik dan positif yang Mas Pri tinggalkan selama ini. Semoga Allah memudahkan segala urusan Mas Pri di hadapan-Nya. Terberkahilah semua keluarga yang ditinggalkan.
**
“Aku pamit, ya Mas Pri…” aku menyambangi mejanya di hari terakhir kerjaku di kantor redaksi itu.
“Lho, mau ke mana Kandi?” tanyanya diiringi senyum khasnya. Aku bergeming dan hanya mengangkat bahu. Pertanyaan Mas Pri saat itu tidak membutuhkan jawaban.
“Yo wis, semoga sukses di tempat yang baru. Jangan lupain temen-temen di sini ya. Sering-sering main ke sini, ngobrol, diskusi. Meskipun sudah gak satu kantor kan masih bisa tetap diskusi ya,” tuturnya.
“Iya, Mas. Siap! Aku minta tolong dimaafin kalo selama ini banyak salah dan beritanya jelek ya.”
Dia tertawa lepas dan mengangguk.
Sekali lagi aku menyalaminya dan tidak lagi menengok ke belakang. Kemarin, Rabu, 17 Juli 2013, Mas Pri yang pamit dan tak akan ada lagi diskusi. Hanya doa yang teriring bersama kepergiannya ke pangkuan-Nya.